jam

Senin, 22 Desember 2014

Asimetri Informasi



       Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Agency Theory mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agen) dengan pemilik (prinsipal).
            Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan memiliki kelemahan tertentu, sekalipun pembuatan laporan keuangan diatur oleh suatu standar yang telah ditetapkan, namun perlu disadari bahwa laporan keuangan mengandung banyak asumsi, penilaian, serta pemilihan metode perhitungan yang dapat digunakan oleh pembuatnya.
            Adanya pemilihan kebijakan akuntansi dalam standar yang dapat digunakan tersebut membuat manajemen memiliki cukup keleluasaan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut. pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen  untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba. Asimetri informasi dapat diantisipasi dengan melakukan pengungkapan informasi yang lebih berkualitas.
Ada dua tipe asimetri informasi : adverse selection dan moral hazard.
1.           Adverse Selection
        Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.
2.           Moral Hazard
        Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

2.      Teori Bid-Ask Spread
Eisenhardt (1989) dalam Syahroni (2005) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga asumsi manusia yaitu: 1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest); 2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa datang (bounded-rationality); dan 3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Masalah keagenan pula dihadapi oleh partisipan pasar modal. Salah satu partisipan pasar modal adalah dealer dan market makers. Ketidakpastian yang dihadapi oleh dealer disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan informasi (information asymmetry). Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dealer membutuhkan informasi, dan untuk mendapatkan informasi tersebut diperlukan cost. Besarnya ketidakseimbangan informasi yang dihadapi oleh dealer tersebut akan tercermin pada spread yang ditentukannya. Dealer selalu berusaha untuk menentukan spread secara wajar dengan memperhatikan kejadian tertentu,, kondisi atau informasi apa saja yang memberikan sinyal mengenai surat berharga yang dimilikinya.
Bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi dengan harga jual terendah saham trader (Greinstein dan Sami, 1994 dalam Ardi, 2006).
 Stoll (1989) dalam Syahroni (2005) menyatakan bahwa bid-ask spread merupakan fungsi dari tiga komponen biaya yang berasal dari:
1.      Pemilikan saham (inventory holding)
2.      Pemrosesan pesanan (order processing)
3.      Asimetri informasi (information asymmetry)
Biaya pemilikan menunjukkan trade-off antara memiliki terlalu banyak saham dan terlalu sedikit saham. Atas biaya pemilikan saham tersebut akan menimbulkan opportunity cost. Biaya pemrosesan pesanan meliputi biaya administrasi, pelaporan, proses komputer, telepon, dan lainnya. Sedangkan biaya asimetri informasi lahir karena adanya dua pihak trader yang tidak sama dalam memiliki dan mengakses fungsi. Pihak pertama adalah informed trader yang memiliki informasi superior dan pihak lain yaitu uninformed trader yang tidak memiliki informasi. Jika kedua belah pihak bertransaksi maka uninformed trader menghadapi resiko rugi juga jika bertransaksi dengan informed trader, upaya mengurangi resiko tersebut tercermin dalam bid-ask spread. 
Literatur mikrostruktur mengenai bid-ask spread menyatakan bahwa terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan kontribusi terhadap kerugian yang dialami dealer ketika bertransaksi dengan pedagang terinformasi tersebut, yaitu:
o   Kos pemrosesan pesanan (order processing cost), terdiri dari biaya yang dibebankan oleh pedagang sekuritas (efek) atas kesiapannya mempertemukan pesanan pembelian dan penjualan, dan kompensasi untuk waktu yang diluangkan oleh pedagang sekuritas guna menyelesaikan  transaksi.
o   Kos penyimpanan persediaan (inventory holding cost), yaitu kos yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa persediaan saham agar dapat diperdagangkan sesuai dengan permintaan.
o   Adverse selection component, menggambarkan suatu upah (reward) yang diberikan kepada pedagang sekuritas untuk mengambil suatu resiko ketika berhadapan dengan investor yang memiliki informasi superior. Komponen ini terkait erat dengan arus informasi di pasar modal.
Berkaitan dengan bid-ask spread, fokus perhatian akuntan adalah pada komponen adverse selection karena berhubungan dengan penyediaan informasi ke pasar modal.
Pembahasan lebih lanjut mengenai spreads dikemukakan oleh Cohen dkk. (1986) dan Hamilton (1991) dalam Rahmawati dkk. (2006). Cohen dkk. (1986) menekankan bahwa riset mengenai kos transaksi/kos kesegeraan (immediacy cost) harus membedakan antara spread dealer dan spread pasar. ia menjelaskan bahwa spread dealer untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid dan ask yang ditentukan oleh dealer secara individual ketika hendak memperdagangkan saham tersebut, sedangkan spread pasar untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid tertinggi dan ask terendah diantara beberapa dealer yang sama-sama melakukan transaksi untuk saham tersebut. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka spread pasar dapat lebih kecil dibandingkan dengan spread dealer.
Model ini menyatakan bahwa pedagang sekuritas menetapkan bid-ask spread sedemikian rupa sehingga keuntungan yang diharapkan dari pedagang tidak terinformasi dapat menutupi kerugian dari pedagang terinformasi. Oleh karena itu, komponen adverse selection dari spread ini akan lebih besar ketika pedagang sekurutas merasakan bahwa kecenderungan untuk berdagang dengan pedagang terinformasi lebih besar, atau ketika ia meyakini bahwa pedagang terinformasi memiliki informasi yang lebih akurat. Dalam kondisi ini maka komponen adverse selection dari bid-ask spread merefleksikan tingkat resiko asimetri informasi yang dirasakan oleh pedagang sekuritas. Jadi, ketika pedagang sekuritas berdagang dengan pedagang terinformasi maka biaya transaksi meningkat, dan adanya asimetri informasi ini akan membawa pada bid-ask spread yang lebih besar.

3.      Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Manajemen Laba
Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) dalam Rahmawati dkk. (2006) meneliti hubungan asimetri informasi dan manajemen laba pada semua perusahaan yang terdaftar di NYSE pada periode akhir juni selama 1988-1992. Hasil penelitiannya, bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri informasi dan tingkat manajemen laba. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba.
Bhattacharya dan Spiegel (1991) dalam Richardson (1998) melakukan penelitian, bahwa asimetri informasi menyebabkan ketidakinginan untuk berdagang dan meningkatkan cost of capital sebagai “pelindung harga” investor itu sendiri melawan kerugian potensial dari perdagangan dengan partisipan pasar yang diinformasikan dengan baik. Lev (1998) dalam Rahmawati dkk. (2006) berpendapat bahwa ukuran pengamatan atas likuiditas pasar dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat penerimaan asimetri informasi yang dihadapi partisipan dalam pasar modal. Bid-ask spreads adalah salah satu pengukuran dari likuiditas pasar yang telah digunakan secara luas dalam penelitian terdahulu sebagai pengukur asimetri informasi antara manajemen dan pemegang saham perusahaan. Sebagai bukti dari kemampuan bid-ask spreads dalam menangkap bukti seputar perusahaan ditunjukkan oleh Healy, Palepu dan  Sweeney (1995) dan Welker (1995) dalam Rahmawati dkk. (2006) yaitu orang yang melaporkan bukti dari hubungan yang negatif antara bid-ask spreads dan kebijakan pengungkapan perusahaan.
Penelitian Richardson (1998) dalam Rahmawati dkk. (2006) menunjukkan adanya hubungan antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Ketika asimetri informasi tinggi, stakeholder tidak memiliki sumber daya yang cukup, insentif, atau akses atas informasi yang relevan untuk memonitor tindakan manajer, dan hal ini memberikan kesempatan atas praktek manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dkk. (2006) juga menunjukkan bahwa variabel independen asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel dependen manajemen laba.  
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
Ha1  : Asimetri informasi berpengaruh terhadap praktik manajemen laba
 4.  Ukuran Perusahaan
a. Pengertian Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan secara umum dapat diartikan sebagai suatu perbandingan besar atau kecilnya suatu objek. Menurut Poerwadarminta (1983;13) ukuran perusahaan diartikan sebagai berikut:
 “(1) alat-alat untuk mengukur (seperti menjengkal dan sebagainya), (2) sesuatu yang dipakai untuk menentukan (menilai dan sebagainya), (3) pendapatan mengukur panjangnya (lebarnya, luasnya, besarnya) sesuatu”. 
Jika pengertian ini dihubungkan dengan perusahaan atau organisasi, maka ukuran perusahaan (organization size) dapat diartikan sebagai suatu perbandingan besar atau kecilnya usaha dari suatu perusahaan atau organisasi. Dengan demikian ukuran perusahaan merupakan sesuatu yang dapat mengukur atau menentukan nilai dari besar atau kecilnya perusahaan.
Pandangan lain mengenai ukuran perusahaan (organization size) juga di utarakan oleh Saffold (1988;132) seperti yang dikutip oleh Rasyid (1992;20) yaitu:
“The view that the contribution of strong culture to performance is conditioned by the nature of the industry, organisation size and the gain of the environment”
Saffold (1998;132) menyatakan bahwa kultur perusahaan yang kuat dapat mempengaruhi kinerja karyawan, dimana kultur perusahaan yang kuat tersebut akan terbentuk dari berbagai faktor seperti jenis industri, ukuran perusahaan, dan lingkungan yang mempengaruhi perusahaan itu sendiri. Berarti unsur ukuran perusahaan menjadi salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size nilai pasar saham, jumlah karyawan, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm).
Berdasarkan uraian tentang ukuran perusahaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan merupakan suatu indikator yang dapat menunjukkan suatu kondisi atau karakteristik suatu organisasi atau perusahaan dimana terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran (besar/kecilnya) suatu perusahaan, seperti banyaknya jumlah karyawan yang digunakan dalam perusahaan untuk melakukan aktivitas operasional perusahaan, jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan, total penjualan yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode, serta jumlah saham yang beredar.
b.  Konsep Dasar Aktiva
            Menurut SAK No. 16 tahun 2004 yang dimaksud dengan aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomis di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
            Selanjutnya dijelaskan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan paragraf 56 bahwa banyak aktiva, modal, aktiva tetap memiliki bentuk fisik. Namun demikian bentuk fisik tersebut tidak esensial untuk menentukan eksistensi aktiva; karena itu, paten dan hak cipta, misalnya, merupakan aktiva kalau manfaat yang diperoleh perusahaan di masa depan dan kalau masing-masing aktiva tersebut dikuasai perusahaan.
Dalam menentukan eksistensi aktiva, hak milik tidak esensial jadi misalnya property yang diperoleh melalui sewa guna usaha adalah aktiva jika perusahaan mengendalikan manfaat yang diharapkan dari property tersebut. Sedangkan menurut Scanning (1992; 22):
“Aktiva adalah jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua pihak secara sebanding) yang di dalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hukum atau keadilan bagi orang atau kelompok tertentu tersebut”.

Menurut FASB  Statement of Financial accounting Concepts No. 3 (SFAC No. 3) sebagai berikut:
“Aktiva adalah manfaat ekonomis mendatang yang mungkin akan diperoleh atau dikendalikan oleh kesatuan ekonomi tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa yang lalu”.
Pengertian aktiva yang dikemukakan oleh pakar ekonomi sangat beragam, namun pada dasarnya pengertiannya sama yaitu aktiva merupakan sumber daya ekonomi suatu perusahaan yang diukur berdasarkan prinsip akuntansi.
Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Yang termasuk kelompok aktiva lancar adalah:
a.       Kas atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan.
b.      Investasi jangka pendek (surat berharga atau marketable securities) adalah investasi yang sifatnya sementara dengan maksud untuk memanfaatkan uang kas yang untuk sementara belum dibutuhkan dalam operasi
c.       Piutang wesel, adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur dalam undang-undang, karena itu, wesel mempunyai kekuatan hukum dan lebih terjamin perluasannya dan dapat diperjualbelikan atau didiskontokan.
d.      Piutang dagang, adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditur atau langganan) sebagai akibat dari adanya penjualan dagang secara kredit.
e.       Persediaan, adalah semua barang yang diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang atau belum laku di jual.
f.       Piutang penghasilan atau penghasilan yang masih harus diterima adalah penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena perusahaan telah memberikan jasa atau prestasinya tetapi belum diterima pembayarannya.
g.      Persekot atau biaya dibayar di muka, adalah pengeluaran untuk memperoleh jasa atau prestasi dari pihak lain tetapi pengeluaran itu belum jadi biaya atau jasa/prestasi pihak lain belum dinikmati oleh perusahaan pada periode ini melainkan pada periode berikutnya.
Aktiva tidak lancar adalah aktiva yang mempunyai umur kegunaan relatif permanen atau jangka panjang (mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan). Yang termasuk aktiva tidak lancar adalah:
a.         Investasi jangka panjang, bagi perusahaan yang cukup besar dalam arti mempunyai kekayaan atau modal yang cukup atau sering melebihi dari yang dibutuhkan, maka perusahaan ini dapat menanamkan modalnya dalam investasi jangka panjangnya di luar usaha pokoknya. Investasi ini dapat berupa saham dari perusahaan, aktiva tetap yang tidak ada hubungannya dengan perusahaan. Tujuannya adalah:
1.        Untuk dapat mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan atau kegiatan perusahaan ini.
2.        Untuk memperoleh pendapatan yang tetap secara terus menerus
3.        Untuk membina hubungan baik dengan perusahaan lain
4.        Dan lain-lain.
b.         Aktiva tetap adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan yang fisiknya merupakan syarat lain untuk dapat diklasifikasikan sebagai aktiva tetap selain aktiva itu dimiliki perusahaan, juga harus digunakan dalam operasi yang bersifat permanen (aktiva tersebut mempunyai umur kegunaan jangka panjang atau tidak akan habis dalam satu periode kegiatan perusahaan.
c.         Aktiva tetap tidak berwujud adalah kekayaan perusahaan yang secara fisik tidak tampak, tetapi merupakan suatu hak yang mempunyai nilai dan dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam perusahaan.
   Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba
            Ukuran perusahaan (size) memiliki korelasi dengan manajemen laba karena telah banyak digunakan sebagai variabel dalam penelitian oleh peneliti di bidang akuntansi untuk dapat membuktikan beberapa hipotesa yang mereka buat seperti penelitian yang dilakukan oleh Defond (1993) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahaan yang besar memiliki insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. Selain itu semakin besar perusahaan maka semakin banyak estimasi dan penilaian yang perlu diterapkan untuk tiap jenis aktivitas perusahaan yang semakin banyak.
Penelitian Ashari et al. (1994) menghasilkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba.  Jin dan Machfoedz (1998) juga tidak berhasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan merupakan faktor pendorong dilakukannya praktek perataan laba. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Suwito dan Herawati (2005) yang juga tidak menemukan pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba.
Valensiya (2005) menyatakan bahwa perataan laba mempunyai hubungan yang kuat dan signifikan dengan ukuran perusahaan. Karena perataan laba mempunyai kaitan yang erat dengan manajemen laba, maka secara otomatis manajemen laba juga mempunyai hubungan dengan ukuran perusahaan.
 sumber: 

2 komentar:

  1. malam kak Abdur Rahman, saya egi mahasiswa akhir jurusan akuntansi, saya boleh minta tolong kak,egi lagi butuh jurnal atau ebook mengenai asimetri informasi dan ukuran perusahaaan terhadap manajemen laba. kebetulan judul penelitian saya berkaitan dengan ini kak. saya ucapkan terimakasih ya kak sebelumnya.
    Email: egimanurung206@gmail.com

    BalasHapus