jam

Rabu, 26 Juni 2013

Ke Utamaan Puasa


KE UTAMAAN PUASA
Pengampunan Dosa
Allah dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini.Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, (bahwasanya) beliau bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab (mengharap wajah Allah) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" Dikabulkannya Do'a dan Pembebasan Api Neraka. Rasullullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo'a akan dikabulkan do'anya.
Puasa Adalah Perisai (Pelindung)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh orang yang sudah kuat syahwatnya dan belum mampu untuk menikah agar berpuasa, menjadikannya sebagai wijaa' (memutuskan) bagi syahwat ini, karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga bisa terkontrol, menenangkan seluruh anggota badan, serta seluruh kekuatan (yang jelek) ditahan hingga bisa taat dan dibelenggu dengan belenggu puasa. Telah jelas bahwa puasa memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menjaga anggota badan yang dhahir dan kekuatan bathin.

A. Hal-hal yang membatalkan puasa ada dua macam
1. Yang membatalkan puasa dan hanya wajib mengqodho-nya saja, yaitu :
a. Makan, minum dan merokok secara sengaja (dan wajib atas pelakunya bertaubat).
Muntah dengan sengaja, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ القَضَاء

Barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib atasnya qodho’.” (Shahih, HR Hakim dan selainnya).
b. Wanita haidh atau nifas, walaupun ia berada pada waktu akhir menjelang terbenamnya matahari.
2. Yang membatalkan puasa dan wajib mengqodho’ serta membayar kafarat, yaitu: Jima’ (bersetubuh) dan tidak ada selainnya menurut mayoritas ulama.
Kafarat-nya yaitu membebaskan budak, apabila tidak ada budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut, apabila tidak mampu maka memberi makan enam puluh orang miskin. Sebagian ulama tidak mensyaratkan harus berurutan di dalam kafarat (maksudnya boleh memilih salah satu diantara tiga)

B. Hal-Hal Yang Tidak Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum karena lupa, keliru (maksudnya, mengira sudah waktunya buka ternyata belum) atau terpaksa. Tidak wajib mengqodho’-nya ataupun membayar kafarat, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
Barangsiapa yang lupa sedangkan ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.” (Muttafaq ’alayhi). Dan sabda beliau, ”Sesungguhnya Allah mengangkat (beban taklif) dari umatku (dengan sebab) kekeliruan, lupa dan keterpaksaan.” (Shahih, HR Thabrani).
2. Muntah tanpa disengaja, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
Barangsiapa yang mengalami muntah sedangkan ia dalam keadaan puasa maka tidak wajib atasnya mengqodho’.”  (Shahih, HR Hakim).
3. Mencium isteri, baik untuk orang yang telah tua maupun pemuda selama tidak sampai menyebabkan terjadinya jima’.

Dari ’Aisyah Radhiyallahu Anha beliau berkata, ”Rasulullah pernah menciumi (isteri-isteri beliau) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa, beliau juga pernah bermesraan sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling mampu menahan hasratnya,” (muttafaq ’alayhi).

4. Mimpi basah di siang hari walaupun keluar air mani.
5. Keluarnya air mani tanpa sengaja seperti orang yang sedang berkhayal lalu keluar (air mani).
6. Mengakhirkan mandi janabat, haidh atau nifas dari malam hari hingga terbitnya fajar. Namun yang wajib adalah menyegerakannya untuk menunaikan shalat.
7. Berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam rongga hidung) secara tidak berlebihan, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  kepada Laqith bin Shabrah,
أَسْبِغْ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
Sempurnakan wudhu’ dan sela-selailah jari jemari serta hiruplah air dengan kuat (istinsyaq) kecuali apabila engkau sedang berpuasa.” (Shahih, HR ahlus sunan).
8. Menggunakan siwak kapan saja, dan yang semisal dengan siwak adalah sikat gigi dan pasta gigi, dengan syarat selama tidak masuk ke dalam perut.
9. Mencicipi makanan dengan syarat selama tidak ada sedikitpun yang masuk ke dalam perut.
10. Bercelak dan meneteskan obat mata ke dalam mata atau telinga walaupun ia merasakan rasanya di tenggorokan.
11. Suntikan (injeksi) selain injeksi nutrisi dalam berbagai jenisnya. Karena sesungguhnya, sekiranya injeksi tersebut sampai ke lambung, namun sampainya tidak melalui jalur (pencernaan) yang lazim/biasa.
12. Menelan air ludah yang berlendir (dahak), dan segala (benda) yang tidak mungkin menghindar darinya, seperti debu, tepung atau selainnya (partikel-partikel kecil yang terhirup hingga masuk tenggorokan dan sampai perut, pent.).
13. Menggunakan obat-obatan yang tidak masuk ke dalam pencernaan seperti salep, celak mata, atau obat semprot (inhaler) bagi penderita asma.
14. Gigi putus, atau keluarnya darah dari hidung (mimisan), mulut atau tempat lainnya.
15. Mandi pada siang hari untuk menyejukkan diri dari kehausan, kepanasan atau selainnya.
16. Menggunakan wewangian di siang hari pada bulan Ramadhan, baik dengan dupa, minyak maupun parfum.
17. Apabila fajar telah terbit sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkan-nya melainkan setelah ia menyelesaikan hajat-nya, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Apabila salah seorang dari kalian telah mendengar adzan dikumandangkan sedangkan gelas masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajat­-nya tersebut.” (Shahih, HR Abu Dawud).
18. Berbekam, “karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  pernah berbekam sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.” (muttafaq ’alayhi). Adapun hadits yang berbunyi,”Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” (Shahih, HR Ahmad) maka statusnya mansukh (terhapus) dengan hadits sebelumnya dan  dalil-dalil yang lainnya.
Ibnu Hazm berkata, ”Hadits ”orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” adalah shahih tanpa diragukan lagi, akan tetapi kami mendapatkan di dalam hadits Abu Sa’id, ”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam  memberikan keringanan berbekam bagi orang yang berpuasa” dan sanad hadits ini shahih sehingga wajib menerimanya.
Oleh sebab keringanan (rukhshah) itu terjadi setelah ’azimah (ketetapan), maka (hal ini) menunjukkan atas dinaskh (dihapusnya) hadits yang menjelaskan batalnya puasa karena bekam, baik itu orang yang membekam maupun yang dibekam


berikut ini, kami menyebutkan beberapa keutamaan puasa. Di antaranya adalah:
 Pertama, ampunan dan pahala yang sangat besar bagi orang yang berpuasa.
Allah Jalla Tsanâ`uhu menyebutkan sederet orang-­orang yang beramal shalih, yang di antara mereka adalah laki-laki dan perempuan yang berpuasa, kemudian menyatakan pahala untuk mereka dalam firman-Nya,
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“…Allah telah menyediakan, untuk mereka, ampunan dan pahala yang besar.” [Al-Ahzâb: 35]
Kedua, puasa adalah tameng terhadap api neraka.
Dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَسْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّيْ امْرُؤٌ صَائِمٌ
“… dan puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari kalian berada pada hari puasa, janganlah ia berbuat sia-sia dan janganlah ia banyak mendebat. Kalau orang lain mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.”
Juga dalam hadits Jâbir, ‘Utsman bin Abil ‘Âsh, dan Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Imam Ahmad dan selainnya, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
“Puasa merupakan tameng terhadap neraka, seperti tameng salah seorang dari kalian pada peperangan.”



Ketiga, puasa adalah pemutus syahwat.
Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, hendaklah ia menikah karena hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa karena sesungguhnya (puasa itu) adalah pemutus syahwatnya.” 
Keempat, orang yang berpuasa mendapat ganjaran khusus di sisi Allah.
Hal tersebut karena puasa merupakan bagian kesabaran, sementara sabar terbagi tiga: sabar dalam hal menjalan­kan ketaatan, sabar dalam hal meninggalkan larangan, dan sabar dalam hal menerima ketentuan Allah. Orang yang berpuasa telah melakukan tiga jenis ke­sabaran ini seluruhnya, bahwa ia sabar dalam hal men­jalankan ketaatan yang diperintah dalam pelaksanaan puasa, sabar dalam hal meninggalkan segala hal yang dilarang dan diharamkan dalam pelaksanaan puasa, serta sabar dalam hal menjalani kepedihan terhadap lapar, haus, dan kelema­han pada tubuh. Karena puasa merupakan bagian kesabaran, wajar jika orang yang berpuasa mendapatkan pahala khusus yang tidak terhingga sebagaimana orang yang sabar mendapat pahala seperti itu. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ ber­firman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabar­lah yang pahala mereka dicukupkan tanpa batas.” [Az-Zumar: 10]


Kelima, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan. 
Keenam, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau wangian kasturi.
Tiga keutamaan yang disebut terakhir termaktub dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرَ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya dilipat­gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa. Sesung­guhnya, (amalan) itu adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya karena (orang yang ber­puasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.’ Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan: kegembiraan ketika dia berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya. Sesung­guhnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kasturi.” (Lafazh hadits adalah milik Imam Muslim)
Ketujuh, puasa sehari di jalan Allah menjauhkan wajah seseorang dari neraka sejauh perjalanan selama tujuh puluh tahun.
Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Tidak seorang hamba pun yang berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali, karena (amalannya pada) hari itu, Allah akan menjauh­kan wajahnya dari neraka (sejauh perjalanan) selama tujuh puluh tahun.”



Kedelapan, pintu khusus di surga bagi orang-orang yang berpuasa.
Dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sâ’idy radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَدْخُلُونَ مِنْهُ فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang dinamakan Ar­-Rayyân. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang melewatinya, kecuali mereka. Dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Lalu mereka memasukinya. Jika (orang) terakhir dari mereka telah masuk, (pintu) itupun dikunci sehingga tidak ada seorang pun yang melaluinya.” 
Kesembilan, puasa termasuk kaffarah (penggugur) dosa hamba.
Dalam hadits Hadzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِيْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya dapat ditebus dengan puasa, shalat, shadaqah, serta amar ma’ruf dan nahi mungkar.” (Konteks hadits adalah milik Imam Muslim)
Juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Shalat lima waktu, (dari) Jum’at ke Jum’at, dan (dari) Ramadhan ke Ramadhan, adalah penggugur dosa (seseorang pada masa) di antara waktu tersebut sepanjang ia menjauhi dosa besar.”
Bahkan, puasa menjadi bagian kaffarah pada beberapa perkara seperti pelanggaran sumpah zhihâr, sebagian amalan haji, pembunuhan Ahludz Dzimmah ‘orang yang berada di bawah perjanjian’ tanpa sengaja, dan pembunuhan hewan buruan saat ihram.
Kesepuluh, puasa termasuk amalan yang mengakibatkan seseorang dimasukkan ke dalam surga.
Dalam haditsnya riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, An-Nasâ`i, Ibnu Hibban, dan lain-lain, Abu Umâmah radhiyallâhu ‘anhu berkata kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمُرْنِيْ بِعَمَلٍ أَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ . قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ.
“Wahai Rasulullah, perintahlah saya untuk mengerjakan suatu amalan, yang dengannya, saya dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda, ‘Berpuasalah, karena (puasa) itu tak ada bandingannya.’.”
Kesebelas, puasa memberi syafa’at pada hari kiamat.
Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ.
“Puasa dan Al-Qur`an akan memberi syafa’at untuk seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, saya telah melarangnya terhadap maka­nan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Saya telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ (Beliau) bersabda, ‘Maka, keduanya men­dapat izin untuk mensyafa’ati (hamba) tersebut.’.” (HR. Ahmad, Muhammad bin Nash Al-Marwazy, Al-Hâkim, dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Tamâmul Minnah hal. 394-395)

Kedua belas, pada Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta syaithan dibelenggu.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surgadibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu.”
Ketiga belas, orang yang berpuasa pada Ramadhan, karena keimanan dan hal mengharap pahala, dosa-dosanya diampuni.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan hal mengharap pahola, dosa­-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Sumber: