Pengertian Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial
dan penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan
sebagai suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak selamanya manajemen
laba berorientasi pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan
dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih
condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih
oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP. Pihak-pihak yang
kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa manajemen laba merupakan
pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk
mengevaluasi return dan resiko portofolionya (Ashari dkk, 1994 dalam Assih,
2004).
2.
Faktor-faktor pendorong manajemen laba
Dalam Positif Accounting Theory terdapat
tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan
Zimmerman, 1986), yaitu:
a.
Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi
yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang
memberikan bonus besar berdasarkan laba lebih banyak menggunakan metode
akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
b.
Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan
pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki
dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994 dalam Rahmawati dkk, (2006). Hal ini
untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
c.
Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar
pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan
laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera
mengambil tindakan, misalnya: mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak
pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Motivasi Manajemen Laba
Scott (2000: 302) dalam Rahmawati
dkk. (2006) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas
laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan
manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985 dalam Rahmawati
dkk, (2006).
b.
Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk
mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung
mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan
pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
c.
Taxation Motivation
Motivasi penghematan pajak menjadi
motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan
dengan tujuan untuk penghematan pajak pendapatan.
d.
Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan
cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika
kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.
e.
Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum
memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public
melakukan manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
4.
Pentingnya Memberi Informasi Kepada
Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan
harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar
investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Sedangkan Healy dan Wahlen (1999) dalam
Firdaus (2007) membagi motivasi
manajemen laba ke dalam tiga kelompok yaitu :
a.
Motivasi Pasar Modal (capital market
motivation)
Motivasi manajemen laba karena alasan
pasar modal lebih banyak disebabkan oleh adanya anggapan umum bahwa angka-angka
akuntansi, khususnya laba merupakan salah satu sumber informasi penting yang
digunakan oleh investor dalam menilai harga saham. Sehingga tidak mengherankan
kalau ada sebagian manajer yang berusaha membuat laporan keuangannya tampak
baik dengan maksud untuk mempengaruhi kinerja saham dalam jangka pendek.
Manajemen cenderung melaporkan laba bersih lebih rendah (understate) ketika
melakukan buy out dan melaporkan laba
lebih tinggi (overstate) ketika melakukan penawaran saham ke publik.
b.
Motivasi Kontrak (contracting
motivation)
Motivasi kontrak atas terjadinya
manajemen laba dikaitkan dengan penggunaan data akuntansi dalam memonitor dan
meregulasi kontrak atas perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan
(stakeholders). Secara eksplisit maupun implisit, kontrak-kontrak yang berjenis
kompensasi manajemen banyak dikaitkan dengan kinerja keuangan perusahaan. Ada
alasan khusus yang menyebabkan mengapa manajemen laba terjadi dalam konteks
kontrak yaitu baik kreditor maupun komite kompensasi yaitu komite yang
menyiapkan berkas kontrak antara manajer perusahaan, merasa bahwa upaya
mengungkapkan ada tidaknya manajemen laba adalah upaya yang mahal dan
membutuhkan waktu. Kondisi ini seakan menjadi pendorong bagi manajer untuk
melakukan manajemen laba.
c.
Motivasi Peraturan (regulation
motivation)
Bagi para penetap standar (standar
settere), perhatian terhadap manajemen laba menjadi penting karena manajemen
laba apapun alasannya dapat mengarah kepada penyajian pelaporan keuangan yang
tidak benar (misleadin) dan akhirnya dapat mempengaruhi alokasi sumber daya
yang ada. Manajer dapat memanipulasi laba dengan berbagai cara, baik yang
secara langsung berpengaruh terhadap keputusan operasi , pembiayaan, investasi
maupun dalam bentuk pemilihan prosedur akuntansi yang diperbolehkan dalam
prinsip akuntansi berterima umum. Secara umum manajer melakukan manajemen laba
dengan menggunakan dua cara yaitu :
1. Variabel Artifisial
Merupakan teknik manajemen laba yang
dilakukan melalui pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dengan menggunakan
metode artifisial misalnya dengan
pemilihan teknik akuntansi yang bisa menaikkan atau menurunkan laba tahun
berjalan. Contoh : pemilihan metode depresiasi, tahun amortisasi, metode
pencatatan persediaan, pengakuan gain dan loss dan sebagainya.
2. Variabel Riil
Manajemen laba dengan
variabel riil atau transaksional dilakukan dengan cara melakukan manipulasi
penjualan dan biaya-biaya, misalnya dengan mempercepat atau menunda penjualan
akhir tahun dan atau mempercepat pencatatan biaya.
Menurut Ayres (1994) dalam Firdaus
(2007), ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktik-praktik
manajemen laba yaitu :
1.
Manajemen Akrual
Manajemen akrual yang biasanya
dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga
keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer. Contoh
manajemen akrual antara lain adalah dengan mempercepat pengakuan atau menunda
pengakuan pendapatan (revenue).
2.
Penerapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib (adoption of management
accounting changes)
Terkait dengan keputusan manajer
untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh
perusahaan, manajemen perusahaan mempunyai dua pilihan, yaitu apakah perusahaan
akan menetapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai
saat berlakunya kebijakan akuntansi baru yang wajib (mandatory accounting
policy) badan akuntansi yang ada memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk
dapat menerapkannya lebih awal dari waktu berlakunya. Para manajer tentu saja
akan memilih untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang baru bila dengan
penerapan tersebut akan dapat mempengaruhi baik aliran kas maupun keuntungan
perusahaan.
3.
Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes)
Perubahan metode akuntansi secara
sukarela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau mengubah
suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode yang dapat
dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada. Walaupun
manajer tidak dapat melakukan perubahan metode akuntansi secara sering, namun
mereka dapat melakukan dalam bentuk perubahan akuntansi lain yang berbeda baik
secara individu maupun bersama-sama untuk beberapa periode. Nampak jelas bahwa
banyak cara yang bisa dilakukan untuk oleh manajer atau pembuat laporan
keuangan untuk mempengaruhi prestasi keuangan atau keuntungan.
5.
Teknik Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut
Setiawati dan Na’im (2000)dalam Rahmawati dkk. (2006) dapat dilakukan dengan
tiga teknik, yaitu :
a.
Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi
akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui
judgement (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat
piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau
amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
b.
Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang
digunakan untuk mencatat suatu transaksi, Contoh: merubah metode depresiasi
aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis
lurus.
c.
Menggeser periode biaya atau pendapatan
Contohnya yaitu rekayasa periode biaya
atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk
penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya,
mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat
penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
6.
Kondisi Untuk Praktik Manajemen Laba
Trueman dan Titman (1988) dalam Rahmawati dkk. (2006)
berpendapat bahwa hanya manajer yang dapat mengobservasi laba ekonomi
perusahaan untuk setiap perioda. Sebaliknya, pihak lain mungkin dapat menarik
kesimpulan sesuatu mengenai laba ekonomi dari laba yang dilaporkan oleh
perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh manajer. Dalam menyiapkan laporan
mungkin manajer dapat memindah, antarperioda, pada saat sebagian laba ekonomi
diketahui sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan.
Perpindahan tersebut dapat dicapai,
sebagai contoh, melalui pengakuan biaya pensiun, penyesuaian penaksiran umur
ekonomis, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer tidak dapat
memindah laba antarperioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan sama
dengan laba ekonomi perusahaan pada setiap perioda. Fleksibilitas untuk menunda
laba antarperioda hanya tersedia bagi beberapa perusahaan, dan hanya manajer
yang mengetahui apakah mereka mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak.
7.
Pola Manajemen Laba
Pola manajemen laba menurut Scott (2000)
dalam Rahmawati dkk, (2006) dapat dilakukan dengan cara:
a.
Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi
termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar.
Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan
kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan tidak
bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya manajemen “menghapus”
beberapa aktiva, membebankan perkiraan-perkiraan mendatang. Akibatnya laba pada
periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
b.
Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan
memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat
perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas
barang modal dan aktiva berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset dan
pengembangan yang cepat, memilih metode succesfull-effort untuk biaya
eksplorasi gas dan minyak bumi dan sebagainya.
c.
Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun.
Tindakan atas income maximization ini bertujuan untuk melaporkan net income
yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
d.
Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara
meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif
stabil
Foster (1986) dalam Firdaus (2007)
mengklasifikasikan unsur-unsur laporan keuangan yang sering dijadikan sasaran
perekayasaan atau manipulasi oleh manajemen yaitu :
•
Unsur Penjualan
1. Saat penjualan faktur. Misalnya,
penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan datang, fakturnya dibuat pada
periode ini akan dilaporkan sebagai penjualan periode ini.
2. Pembuatan pesanan atau penjualan
fiktif
3.
Penurunan produk, misalnya
dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam kelompok produk
rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih rendah
•
Unsur Biaya
1.
Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk suatu pembelian atau pesanan
dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan selanjutnya dibuatkan
beberapa faktur dan tanggal yang berbeda dan kemudian melaporkannya ke dalam
beberapa periode akuntansi yang berbeda
2.
Mencatat prepayment (biaya dibayar di muka) sebagai biaya. Misalnya
melaporkan biaya iklan dibayar di muka untuk tahun depan sebagai biaya iklan
tahun ini.
Moses (1987) dalam Firdaus (2007) dalam
penelitiannya mengklasifikasikan berbagai perubahan kebijakan akuntansi yang
sering dijadikan alat perekayasaan laba antara lain :
1.
Perubahan metode pencatatan persediaan ke metode LIFO
2.
Perubahan metode pencatatan biaya jaminan hari tua
3.
Perubahan metode depresiasi aktiva tetap, amortisasi aktiva tidak
berwujud dan konsolidasi
4.
Perubahan dalam penaksiran atau estimasi masa manfaat aktiva tetap
maupun aktiva tidak berwujud
5.
Perubahan kebijakan terhadap pembebanan atau pengkapitalisasian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar